Zinc merupakan zat gizi mikro yang esensial dan berperan di dalam berbagai jenis enzim, yaitu berperan di dalam sintesa dan perombakan protein, lemak, dan karbohidrat. Zink juga berperan dalam metabolism tingkat seluler, yaitu sintesa DNA dan RNA. Apabila terjadi infeksi zinc dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Sehingga hal ini dapat menyebabkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR). Gizi mikro pada ibu hamil sangat penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Zinc yang merupakan salah satu zat gizi mikro memiliki fungsi dalam system kekebalan tubuh dan stabilitas pembentukan.
Maternal micronutrient deficiency sangat berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan janin. Terutama zati gizi mikro zinc, hamper di setiap fungsi zinc memiliki pengaruh. Seperti bagan yang di atas zinc mempengaruhi fungsi ginjal, cardiovascular, pancreas function, dan body composition.
Zinc berperan dalam reaksi yang luas dalam metabolism tubuh, kekurangan zinc akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh tertentu pada saat pertumbuhan. Defisiensi zinc sering terjadi pada bayi dan anak, karena sedang terjadi pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Penyebab defisiensi zinc pada bayi dan anak adalah asupan dan ketersediaan yang tidak adekuat, malabsorbsi, meningkatnya kehilangan zinc dari dalam tubuh, seperti pada diare yang merupakan penyebab terpenting kehilangan zinc melalui saluran cerna.
Tanda-tanda dari defisiensi zinc pada anak adalah retardasi pertumbuhan, kematangan seksual terhambat, kelainan kulit dan rambut menjadi tipis, abnormalitas pada tulang dan system imunitas, serta mudah mengalami diare. Defisiensi zinc selalu dihubungkan dengan berkurangnya pertumbuhan pada bayi dan anak di Negara berkembang. Retardasi pertumbuhan mempunyai prevalensi yang tinggi pada anak. Lebih kurang 43% anak usia di bawah 5 tahun di dunia adalah pendek.
Banyak penelitian mengenai pengaruh suplementasi Zn terhadap pertumbuhan bayi dan anak di negara berkembang mendapatkan hasil yang berbeda. Beberapa penelitian mendapatkan hasil, bahwa suplementasi Zn selama 6 bulan memberikan dampak yang bermakna terhadap tinggi badan dan berat badan. Sedangkan penelitian lain dengan pemberian Zn selama 6 sampai 12 bulan, tidak memberikan dampak terhadap pertumbuhan. Ruel dkk, melakukan penelitian pada bayi di Guetemala, mendapatkan hasil bahwa pada bayi yang mendapat suplementasi Zn terjadi pengurangan insiden diare dan suplementasi Zn efektif terhadap pertumbuhan bayi yang ditandai dengan peningkatan berat badan dan panjang badan.
Roy dkk, di Bangladesh, mendapatkan hasil bahwa suplementasi Zn merupakan strategi yang sederhana, mudah diterima, dan bermanfaat yang harus dipertimbangkan dalam tata laksana diare akut serta untuk mencegah retardasi pertumbuhan pada anak terutama yang mengalami malnutrisi. Penelitian oleh Sur dkk (1999–2001) di India memperlihatkan hasil bahwa suplementasi Zn efektif dalam mengurangi insiden diare dan peningkatan berat badan dan pertumbuhan linear bayi dengan berat badan lahir rendah. Studi meta–analisis oleh Brown menyatakan bahwa suplementasi Zn memberikan respon positif yang sangat bermakna terhadap penambahan berat badan anak. Duran dan Weisstaub di Chile melakukan studi analisis dampak suplementasi Zn pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Mereka mendapatkan hasil suplementasi Zn memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan.
Gambar Anak Kelas 1 SD Yari Kota Padang
Prevalensi balita stunting atau anak pendek di Asia Tenggara tergolong tinggi yaitu sebesar 29,1% pada tahun 2007 sedangkan Indonesia sebesar 35,6% pada tahun 2010. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi balita stunting pada tahun 2013 adalah 37,2%. Untuk Provinsi Sumatera barat berada pada urutan ke-17 dari 20 provinsi dengan urutan dari prevalensi tertinggi sampai terendah. Sedangkan untuk status gizi anak umur 5-12 tahun secara nasional prevalensi pendek adalah 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek). Prevalensi sangat pendek terendah di DI Yogyakarta (14,9%) dan tertinggi di Papua (34,5%).
Kuantitas dan kualitas zat gizi yang terasup di dalam makanan akan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan balita. Oleh karena itu makanan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi balita. Pertumbuhan balita juga berhubungan dengan berat bayi saat lahir. Penelitian yang dilakukan Tanzania menyebutkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah merupakan factor risiko stunting.
Pemerintah telah membuat sebuah program untuk mengatasi masalah gizi stunting. Pemerintah membuat program PNPM Generasi sejak tahun 2007. Program ini bertujuan untuk mengurangi anak lahir dengan berat badan kurang dan anak pendek, serta menigkatkan pendapatan rumah tangga melalui pengurangan pengeluaran, peningkatan produktifitas dan higher lifetime earning. Beberapa hasil studi yang dilakukan MYCNIA Baseline survey-UNICEF menunjukkan factor-faktor yang pengaruh pada stunting adalah sanitasi, air, wealth quintile, gender, dan age of child.
Dengan tingginya presentase balita pendek di Indonesia akan mempengaruhi kualitas SDM masyarakat Indonesia. Hal ini pasti akan terjadi jika tidak dicegah dengan baik. Peran pemerintah sangat besar dalam mementaskan masalah gizi stunting pada balita. Jika tidak ditangani dengan baik ketika nanti tumbuh menjadi remaja, balita pendek akan menjadi remaja pendek dan nantinya ketika dia sudah menjadi dewasa akan meningkatkan risiko bayi BBLR yang bermanifestasi ke kualitas gizi bayi tersebut. Salah satu yang menjadi masalah sekarang ini adalah usia perkawinan masyarakat Indonesia khususnya yang berada di rural area. Banyak remaja dibawah umur yang sudah melahirkan. Hal ini akan menambah panjang rantai lintas generasi stunting di Negara kita. Seperti halnya dapat dilihat pada bagan di bawah berikut terkait stunting lintas generasi yang merupakan lingkaran setan masalah gizi stunting di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
RISKESDAS. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
Minarto. 2014. A New Initiative to Reduce Stunting melalui Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGM). Kursus Penyegar Ilmu Gizi dan Temu Ilmiah Internasional. Yogyakarta 25-28 November 2014.
Susilo, M T. 2013. Hubungan Kadar Seng (Zn) Rambut dengan Z-score Panjang Badan Menurut Umur Balita Usia 12-24 Bulan. Artikel Penelitian PS Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Trihono. 2015. Kebijakan Pembangunan Kesehatan dan Gizi. Health Policy Unit Kemenkes. Kuliah Umum Pascasarjana Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
Huwae, F J. Bahera, Tjipta. Sakri, Hastaning. 2008. Hubungan Kadar Seng (Zn) dan Memori Jangka Pendek pada Anak SD. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 2, Agustus 2008.
Fosmire, G J. Al-Ubaidi Y Y, and Sandstead, H H. 1975. Some Effect of Postnatal Zinc Deficiency on Developing Rat Brain. Pediatric Research 9:89-93.
Souganidis, Ellie. 2012. The Relevance of Micronutrient to the Prevention of Stunting. Sight and Life Vol: 26 (2).
Agustian, Leon. Sembiring, Tiangsa. Dan Ariani, Ani. 2009. Zink untuk Pertumbuhan Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2009.
Komentar
Posting Komentar