Langsung ke konten utama
STOP Generasi Stunting di Indonesia

Stunting atau Pendek adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis (berlangsung dalam waktu yang lama). Data status gizi terdiri dari: (1) status gizi balita, (2) status gizi anak umur 5-18 tahun, (3) status gizi penduduk dewasa, (4) risiko kurang energy kronis, (5) wanita hamil risiko tinggi. Dalam Riskesdas 2013, status gizi penduduk Indonesia terdiri dari status gizi balita (0-59 bulan), anak umur 5-18 tahun (5-12 tahun, remaja umur 13-15 tahu, remaja umur 16-18 tahun), dewasa (>18 tahun). Wanita usia subur (15-49 tahun) dan ibu hamil.
Disini akan membahas tentang status gizi balita (0-59 bulan) penduduk Indonesia, khususnya tentang kejadian Stunting yang terjadi di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013. Untuk mengetahui balita Stunting atau tidak kita bisa lihat dari angka berat badan dan tinggi badan setiap anak menggunakan baku antropometri. Kemudian kita klasifikasi status gizi berdasarkan tinggi badan per umur  (TB/U). Kemudian dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore). Balita yang mempunyai skor Zscore <-3,00 (sangat pendek), Zscore ≥ -3,00 s/d Zscore <-2,00 (pendek), Zscore ≤-2,00 (Normal). Prevalensi tinggi kependekan (TB/U) sebesar 30-39% dan sprevalensi sangat tinggi bila ≥40%.
Menurut WHO/UNICEF Framework of causes of under nutrition, penyebab Stunting atau malnutrisi kronis adalah ada dua penyebab utama, yaitu karena asupan inadekuat dan penyakit. Berikut adalah skema atau peta konsep penyebab malnutrisi :

Masalah Stunting muncul berkaitan dengan kualitas kesehatan pada 1000 HPK (hari pertama kehidupan), yaitu dimulai dari kesehatan saat hamil sampai bayi usia 2 tahun. Dampak yang ditimbulkan malnutrisi pada periode ini bersifat permanen dan berjangka panjang. Periode 1000 HPK juga dikenal dengan istilah Golden Period atau periode emas untuk pertumbuhan dan perkembangan janin dan bayi. Jika melewatkan kesempatan emas ini aka nada dampak bagi pertumbuhan janin dan bayi. Dampaknya terbagi menjadi dua, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Berikut adalah bagan dampak jangka pendek dan jangka panjang akibat gangguan gizi pada masa janin dan usia dini :



Dalam Riskesdas 2013, prevalensi status gizi Balita (TB/U) di Indonesia adalah menurut provinsi, Indonesia 2013 adalah 37,2% atau sekitar 8,4 juta anak mengalami Stunting dan malnutrisi kronis. Jika dikategorikan dengan standar WHO, Indonesia merupakan Negara dengan prevalensi tinggi status gizi balita pendek. Dengan komposisi 18% sangat pendek dan 19,2% pendek. Presentase ini naik dari Riskesdas 2010, yaitu 35,6% dengan komposisi 18,5% sangat pendek dan 17,1% pendek. Untuk di dunia Indonesia berada pada peringkat ke-5 tertinggi angka Stunting . hal ini adalah gejala dari malnutrisi kronis.
Perbedaan antara Stunting dan malnutrisi yang lain adalah dalam hal pengukuran. Balita dikatakan kurus atau Wasting jika memiliki nilai antropometri berat badan per tinggi badan (BB/TB) yang rendah. Hal ini dapat diindikasikan bahwa masalah gizi Wasting adalah masalah gizi jangka pendek (short term malnutrition). Sedangkan untuk kriteria underweight merupakan nilai dari berat badan per umur. Hal ini dapat diindikasikan bahwa masalah gizi underweight adalah kurang gizi jangka pendek atau jangka panjang atau keduanya (short or long term malnutrition). Berikut adalah contoh gambar perbandingan fisik status gizi anak :


            Stunting pada dua tahun pertama dapat meningkatkan risiko kerusakan yang permanen saat dewasa nanti. Balita yang kurang gizi dan membutuhkan percepatan peningkatan berat badan sangat berisiko terhadap penyakit kronis. Tidak ada fakta bahwa percepatan berat badan atau panjang badan pada dua tahun pertama terhadap peningkatan risiko penyakit kronis. Untuk pencegahan malnutrisi pada masa kandungan dan bayi adalah investasi jangka panjang yang akan bermanfaat pada keadaan generasi sekarang dan anak mereka.
            Menurut (Chandrakant,2008), Penelitian yang dia dilakukan di India bahwa anak gizi kurang, cenderung menjadi dewasa pendek, selanjutya cenderung melahirkan bayi kecil, yang berisiko mempunyai risiko berprestasi pendidikan yang rendah, dan pada akhirnya mempunyai status ekonomi yang rendah. Stunting pada usia dini dapat memprediksikan kinerja kognitif dan risiko terjadinya penyakit jantung coroner pada dewasa. Memperbaiki gizi pada masa dini (0-36 bulan) dapat meningkatkan penghasian secara bermakna terkait dengan kemampuan kognitif anak. Rates of return to human capital investment terbaik jika investasi/intervensi tersebut dilakukan pada usia pra-sekolah.
            Banyak masyarakat Indonesia belum menyadari besarnya masalah ini. Umumnya, Indonesia lebih memperhatikan berat badan kurang untuk menentukan kondisi gizi. Tetapi, bila menggunakan ukuran ini saja, masalah gizi akan Nampak sudah teratasi. Karena tingkat berat badan kurang hanya 5,4% dari seluruh balita di Indonesia. “Salah satu tantangan mengatasi Stunting di Indonesia adalah tubuh pendek sering dianggap wajar karena factor keturunan,” kata Prof. Dr. Endang Achadi, pakar gizi dari Universitas Indonesia.
            Stunting adalah tanda kurang gizi kronis, dan dampak paling merugikan adalah terhadap perkembangan otak : (1) Stunting mengurangi IQ sebesar 5-11 poin, (2) nilai sekolah anak-anak jadi lebih rendah, (3) anak-anak yang lahir dengan berat badan yang kurang punya peluang 2,6 kali lebih kecil untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, (4) Pemasukan anak-anak dengan Stunting 10% lebih rendah. Saat anak terkena stunting produktivitas mereka akan berkurang saat usia muda-capaian pendidikan lebih rendah menghasilkan pekerjaan dengan pemasukan lebih kecil. Bila diikuti dengan kenaikan berat badan tinggi saat tua, mereka akan berisiko terkena obesitas dan penykit lain yang terkait pola makan.
            Pencegahan yang dapat dilakukan ketika usia balita dan anak-anak adalah dengan mengoptimalkan pemberian ASI eksklusif selama 0-6 bulan, pemberian makanan pendamping ASI yang benar saat usia >6 bulan, suplementasi vitamin A saat usia 6-59 bulan, suplementasi zink, multiple micronutrient supplementation, dan suplementasi zat besi. Stunting adalah 90% dampak dari lingkungan dan 10% genetik. Oleh karena itu Stunting bias dicegah. Intervensi yang tepat pada waktu yang tepat dapat menurunkan dan mencegah Stunting. Kuncinya adalah perempuan harus dapat kemudahan akses kebutuhan terhadap zat gizi dari makanan yang baik selama daur kehidupannya. Untuk orang tua, pengasuh anak, dan remaja putri harus bisa memilih dan menentukan makanan yang sehat buat tubuh. Semua sektor dan lapisan masyarakat harus berkolaborasi untuk menemukan solusi menurunkan angka Stunting.


            Berdasarkan studi Bank Dunia menyoroti kejadian Stunting di Indonesia, pemerintah Indonesia harus memperhatikan dan mencari solusi untuk bisa menurunkan angka Stunting. Gagasan yang dianjurkan oleh Bank Dunia adalah (1) menyediakan asuransi kesehatan untuk masyarakat yang tidak mampu 40%, (2) memperhatikan kecukuoan pelayanan kesehatan yang tersedia, (3) menyediakan layanan air bersih, (4) menaikkan kesadaran untuk meningkatkan gizi, sanitasi, kesehatan, (5) mengembangkan Social Safety Net Program untuk masyarakat miskin.
           
              

Gambar di atas adalah informasi tentang persentase pemulihan anak usia 1-8 tahun dari Stunting di 4 negara. Bias dilihat jika Negara dari Asia tenggara yaitu Vietnam, memiliki persentase yang terendah, yaitu 45,2%.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perhitungan Energi dengan AIBW

a.        Perhitungan Energi v   Langkah Penggunaan AIBW ( Adjusted Ideal Body Weight ) Menghitung berat badan ideal IBW           = (TB – 100) – 10%                    = (160 – 100) – 10% = 54 kg Menggunakan AIBW ( Adjusted Ideal Body Weight ) karena ABW ( Actual Body Weight ) klien lebih besar 120% dari IBW ( Ideal Body Weight ) klien, dimana ABW klien 80 kg dan IBW klien 54 kg. Dibuktikan dengan, ABW/ IBW X 100%               = 80/ 54 X 100%                                                 ...

Daftar Bahan Makanan Penukar

DAFTAR TABEL KALORI & UNIT Makanan Pokok Golongan A Nama Masakan Berat (gr) Kalori Unit Jagung Rebus 250 90,2 1 Kentang Rebus 200 166 2 Nasi Putih 100 175 2,25 Singkong Rebus 100 146 1,75 Talas Rebus 100 98 1,25 Makanan Pokok Golongan B Bubur 200 44 0,5 Makaroni 25 91 1,25 Nasi tim 100 88 1 Makanan Pokok Golongan C Kentang Goreng 150 211 2,75 Mie Goreng 200 321 4 Bihun Goreng 150 296 3,75 Nasi...

indeks komposit

8.    Langkah – langkah untuk menghitung indeks komposit : a.        Pembuatan Komposit Indeks 1.        Setiap indicator pembentuk indeks komposit ditransformasikan ke dalam nilai berskala 0 – 100 2.        Transformasi dilakukan dengan metode max – min untuk mendapatkan nilai indeks tunggal 3.        Menggabungkan indeks tunggal untuk mendapatkan nilai indeks komposit 4.        Setelah itu, menghitung shortfall. Shortfall digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan penurunan indeks komposit dalam suatu kurun waktu. Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara cepaian yang telah ditempuh dengan capaian yang harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (100). Dimana: IK t+n     = indeks komposit tahun akhir            ...